DIMANAKAH RIMBANYA

Perjuangan Gorontalo Merdeka 23 Januari 1942

Tulisan ini merupakan lanjutan sejarah Detik–Detik Peristiwa Perjuangan Gorontalo 23 Januari-16 Juni 1942. Yang di tandai dengan meletusnya perlawanan terhadap Hindia-Belanda pada Tanggal 23 Januari 1942. Sesudah tercapainya kata sepakat untuk merampas kemerdekaan Hindia-Belanda, maka kepada PENDANG KALENGKONGAN, kepala kantor telpon Gorontalo, yang pada masa itu mempunyai hubungan baik dengan para anggota kepolisian Gorontalo, diberi tugas untuk mempengaruhi anggota-anggota polisi tersebut. Karena kelicikan dan kepandaian P. Kalengkongan mengambil hati, maka keseluruhan angota bersenjata tersebut menjadi sadar dan bersedia memikul segala konsekwensi untuk turut bersama-sama dalam tindakan mengambil kekuasaan itu. sehingga dengan demikian satu rintangan besar sudah terhindar dan terlewatkan.


Sementara itu R.M. KUSNO DANUPOJO berhubungan pula secara pribadi dengan kepala polisi bernama ROMER seorang Indo Belanda yang berketurunan Jerman dan menjadi warga negara Hindi-Belanda. Tegasnya segala sesuatunya sudah berjalan sesuai dengan rencana dan tinggal menunggu saat atau waktu yang tepat untuk melaksanakan tugas mulia tetapi berbahaya itu.

Pada tanggal 22 Djanuari 1942 tengah malam oleh R.M.KUSNO DANUPOJO dan NANI WARTABONE telah dibagi tenaga-tenaga pemuda untuk mengawasi semua pos-pos penjagaan dari petugas-petugas yang ditempatkan oleh pemerintah Hindia-Belanda yang akan merusak tempat-tempat dan gedung-gedung tertentu.

Jembatan TALUMOLO dan jembatan PABEAN, kedua jembatan ini menjadi urat nadi lalu lintas antara pelabuhan Talumolo dan pelabuhan Pabean dengan bandar Gorontalo, yang telah digantungi bom-bom peledak dan akan diledakkan pada waktu yang akan ditentukan oleh alat-alat pemerintah Hindia-Belanda, telah diduduki oleh pasukan pemberontak serta semua bom-bom itu telah dikeluarkan dan dibawa ketempat yang aman dan tidak membahayakan. Petugas yang terdiri dari alat-alat negara yang menjaga di kedua jembatan tersebut di lucuti senjatanya oleh pasukan pemberontak. Demikian pula di tempat pacuan kuda “W.S.G” dimana ratusan drum bensin telah di dikumpulkan dan dibuang isinya dengan percuma, telah jatuh ketangan pemberontak. Penjaga-penjaganya pun mengalami nasib yang sama seperti penjaga-penjaga di kedua jembatan tersebut diatas.

Pada malam itu, semua pos-pos penjagaan dari pemerintah Hindia-Belanda telah jatuh ketangan pemberontak tanpa terkecuali. Hubungan dari satu pos ke pos penjagaan lain dikontrol dengan cermat dan teliti oleh komandan-komandan yang telah ditugaskan untuk itu oleh R.M.KUSNO DANUPOJO dan NANI WARTABONE.

Demikian usaha pemborontakan itu dilaksanakan sepanjang malam dan sedikit pun tidak disadari oleh pembesar-pembesar Hindia-Belanda yang sedang tidur dengan nyenyaknya. Pada jam 6 pagi, tepat sesudah semunya telah di siapkan dengan teliti dan teratur serta masing-masing petugas yang sudah berencana untuk memberontak telah waspada, maka dengan dipimpin oleh R.M.KUSNO DANUPOJO dan NANI WARTABONE yang membawa bedil laras panjang dua, beberapa anggota pasukan pemberontak menuju kerumah kediaman Kontrolir D’ANCONNA. Kontrolir D’ANCONNA tersebut dengan segera dapat saja ditawan dengan tidak sempat mengadakan perlawanan sedikit pun dan pistolnya pun dapat dirampas. Hoofd-Agen KOOPER yang rumahnya berhadapan dengan ruimahnya kontrolir D’ANCONNA setelah melihat orang banyak berkumpul dipagi itu dihalaman rumahnya kontrolir, lalu datang dengan berpakaian seragam serta membawa pistolnya dipinggang.

Ia lalu menghampiri orang berkerumun itu (mungkin karena curiga, sebab tidak menjadi satu kebiasaan halaman kontrolir dikerumi orang banyak seperti pada ketika itu apa lagi dalam keadaan suasana perang). Sesudah sampai ditempat itu, barulah ia mengerti bahwa kontrolir D’ANCONNA sudah tertawan, lalu ia hendak mencabut pistolnya dengan niat akan memberi pertolongan kepada atasanya sang kontrolir itu. Tetapi malang baginya, karena sebelum tangannya sampai memegang pistolnya, maka dua belah tangan yang kuat telah menyergapnya dari belakang dan dalam keadaan tidak berdaya ia pun turut tertawan dan pistolnya dirampas.

Kedua tawanan itu lalu di masukan kedalam mobil sedan kepunyaan kontrolir, yang kebetulan diparkir dihalaman rumah itu dengan dibawa oleh salah seorang pasukan pemberontak yang ada disitu dan kebetulan menjadi sopir, dan kemudian di bawa ketangsi polisi yang letaknya di Pabean dan kedua tawanan itu pun dimasukan ke dalam tanggsi polisi tersebut.

Dari tangsi polisi R.M.Kusno Danupojo dan Nani Wartabone serta pengawal-pengawalnya menuju kerumah asisten residen CORN, dengan menumpang mobil sedan tadi. Asisten CORN kebetulan baru bangun dari tidurnya. R.M.Kusno Danupojo dan Nani Wartabone naiklah ke atas rumah dan di iringi oleh pengawal. Asisten residen ketika itu melihat tamu yang datang kerumahnya di pagi itu dengan kaget lalu menanyakan apa yang diperlukan oleh tamu-tamu itu dan apa yang telah terjadi. R.M.Kusno Danupojo menjawab, bahwa kontrolir D.ANCONNA dan Hoofd-Agen KOOPER telah ditangkap dan sekarang telah ditahan di tangsi polisi, serta semua anggota polisi, baik polisi kota maupun polisi lapangan, telah berdiri di belakang mereka yang menangkap kedua pembesar itu. Supaya assiten residen CORN secara bijaksana turut menyerah juga untuk ditawan bersama-sama, karena bagaimana pun juga angkatan perang Hindia-Belanda tidak akan dapat menahan serbuan angkatan perang Jepang yang diakuai oleh dunia kekuatannya.

Dari pada orang-orang Belanda akan jatuh ketangan balatentara Jepang lebih baik mereka menyerahkan diri kepada kami bangsa Indonesia. Jiwa tuan-tuan kami jamin keselamatannya, akan tepai jika tuan-tuan bersikap keras dan tidak menyerah, bahkan akan memperlihatkan sikap melawan, kami akan bertindak keras dan menawan tuan dengan kekerasan senjata. Sekarang ini kami datang kepada tuan yang terhormat, demikian kata R.M.Kusno Danupojo menjelaskan kepada Asisten residen CORN. Asisten residen yang melihat keadaan semacam itu, yang datang dengan tiba-tiba dan tidak pernah dimimpikan sebelumnya serta tidak melihat jalan untuk keluar dari kesulitan itu selain harus menyerah, maka ia pun menyerahkan diri dengan harapan agar jiwanya dilindungi dan tidak sampai di aniaya oleh rakyat. (perlu ditambahkan, bahwa semua keluarga, anak-anak dan perempuan, dari pembesar-pembesar bangsa Belanda itu telah meninggalkan Kota Gorontalo karena sudah turut mengungsi bersama Residen Manado serta pembesar-pembesar lainnya dari Manado lewat Gorontalo ke POSO. Mereka diangkut oleh BITUNG 3 dan berangkat pada tengah malam dari Gorontalo seminggu sebelum pemborontakan terjadi. Kepergian mereka ke Poso ialah hendak akan bergabung dengan pembesar-pembesar dan keluarga mereka dari daerah yang lain untuk bersama-sama berangkat ke Makassar, ibu kota Propinsi TIMUR BESAR, demikian juga dengan keluarga Assiten residen CORN).

Sesudah di tawan, maka asisten residen CORN pun lalu di bawa ke tangsi dan dimasukkan ke dalam kamar tahanan bersama-sama dengan mereka yang telah lebih dulu di masukkan ke dalam tahanan. Sementara kepala kantor pos yang sedikit pun tidak mengetahui apa yang telah terjadi, turun dari mobilnya dengan tidak menghiraukan manusia yang berkumpul di depan kantor pos, dengan tenang dia melangkah dan sekedar bertanya « Ada Apa sampai begini banyak tuan-tian berkumpul disini ? » dengan tidak usah menunggu lagi jawaban atas pertanyaan itu, maka beberapa orang telah menyergap kepala kantor pos itu. Ia tidak berdaya sedikit pun, sehingga dengan jalan demikian iapun tertawan, pistol yang tersimpan di dalam saku celananya lalu disita.

Pada waktu itu semua pengawal Hindia-Belanda, masing-masing telah dipersenjatai pisto yang mereka bawa kemana pun mereka pergi. Sementara itu, anggota lain pasukan pemberontak menangkap pembesar-pembesar Hindia-Belanda yang lain dengan cara dan tipu muslihat juga, sehingga semua berjalan dengan baik dan tidak menemui perlawanan sedikit pun. Hanya seorang pegawai keuangan (A.Kontan) bangsa Indo-Belanda yang datang dari Makassar dan selama ini berada di Gorontalo, karena melihat peristiwa-peristiwa itu dari jauh, masih mempunyai kesempatan untuk melarikan diri dengan mobilnya sambil membawa sepucuk bedil. Filips, demikian nama orang itu, melarikan mobilnya ke arah Batuda’a dengan niat akan terus ke Paguyaman dan akan menyeberang dengan perahu ke Poso. (demikian keterangannya sesudah ia tertawan dan diperiksa, apa sebab ia melarikan diri).

Ketika dilihat oleh pasukan pemberontak orang itu melarikan mobilnya dengan cepat, maka lalu diadakan pengejaran dengan satu mobil sedan dan satu truk. Selama dalam pengejaran telah terjadi tembak menembak, karena pemeriksa keuangan tersebut melepaskan tembakan dari mobilnya sehingga mendapat tembakan balasan dari pasukan pemberontak kira-kira pada jarak kilometer 14 dari Gorontalo yang menyebabkan satu ban dari mobil yang dikejar itu meletus dan pecah yang disebabkan kena tembakan pasukan pemberontak, sehingga mobil itu tidak dapat lari dan berhenti seketika. Dibawah lindungan tembakan dari kawan-kawannya, maka beberapa dari pasukan pemberontak lari ke arah mobil itu dengan melepaskan tembakan beruntun dengan maksud tidak memberikan ksempatan kepada orang yang melarikan diri itu untuk membalas tembakan.

Akhirnya, ia pun tertangkap dan bedil dapat dirampas, tawanan itu pun lalu di bawa ke kota dan dimasukkan ke dalam tahanan bersama kawan-kaannya. Dengan tertangkapnya Filips tersebut, maka selesailah penangkapan pada hari itu. sehingga jumlah tawanan yang tertangkap berjumlah 15 orang dan 15 buah pistol dan 15 bedil laras panjang turut dirampas.

Sesudah selesai semuanya, maka di bawa sorakan yang gemuruh sang MERAH-PUTIH-pun dikibarkan di depan kantor pos, yang ketika itu dijadikan sebagai pusat gerakan pemberontakan. Dihadapan puluhan ribu manusia yang berkumpul di depan kantor pos (sampai memenuhi jalan-jalan) maka proklamasi kemerdekaan daerah Indonesia Gorontalo di umumkan oleh DWI TUNGGAL R.M.KUSNO DANUPOJO – NANI WARTABONE.

Pengumuman proklamasi itu disambut oleh rakyat dengan suaru gemuruh laksana guntur yang membela bumi, dengan air mata berlinang karena gembira bercampur haru. Sesudah pengibaran sang MERAH-PUTIH di kantor pos itu, maka sesaat kemudian bendera merah putih pun berkibar dimana-mana (dirumah-rumah, ditoko-toko, digedung-gedung penting, singkatnya, diseluruh kota laksana bermandikan bendera merah putih dan karena itu kelihatan indah serta menambah semangat patriotisme semakin besar).

Semenjak berdirinya Komite Indonesia berparlemen oleh pengurusnya diperintahkan diperintahkan kepada seluruh warga Indonesia yang berjiwa kebangsaan, yakni, pejuang-pejuang nasional, untuk menyediakan bendera merah putih yang akan dikibarkan bila waktu dan saatnya telah tiba. Akan tetapi bendera itu masih tersimpan, karena kekuasaan Hindia-Belanda sangat melarang pengibaran bendera merah putih, bahkan barang siapa yang melanggar akan dikenakan hukuman. (PADA SAAT PERISTIWA PEMBERONTAKAN TERJADI, BUNG KARNO dan BUNG HATA MASIH BERADA DALAM TAWANAN BELANDA).

Pembentukan Pengawal Kota

Pada jam 10 pagi tepat pada tanggal 23 Januari 1942, Komandan Militer NANY WARTABONE memerintahkan kepada saudara IBRAHIM MUHAMMAD supaya membentuk Badan/pasukan PERTAHANAN NASIONAL, yaitu pengawal kota. Sesudah menerima perintah tersebut, Saudara IBRAHIM MUHAMMAD dengan dibantu oleh saudara-daudara AMIN LAREKENG dan ABDUL WAHID TAIF memanggil pemimpin-pemimpin pemuda dan pandu yang ada turut berkumpul di antara ribuan manusia ketika itu. Dengan bertempat di kantor polisi kota. Dimuka tanah lapang besar Gorontalo, lali dibentuk staf dari pengawal kota dimaksud. Dengan berpedoman pada aturan-aturan ketentaraan Hindia Belanda, maka kesatuan-kesatuan pun dibentuk dan kira-kira 2 jam lamanya terciptalah Batalyon pengawal kota, lengkap dengan kompi-kompi, peleton-peleton serta regu-regunya yang berjumlah 1000 orang. Komandan dari masing-masing kesatuan terpilih dari mereka yang telah banyak memiliki pengalaman di lapangan ke-pemudaan-an dan kepanduan. Adapun staf pimpinan terdiri atas :

    * IBRAHIM MUHAMMAD : Kapten, Komandan
    * ABDUL WAHID TAIF : Letnan I, Wakil komandan
    * AMIN LAREKENG : Letnan II, Kepala Staf
    * ALI BALADRAF : Letnan II, Kepala Operasi
    * AHMAD TAIF : Letnan II, Kepala perbekalan
    * KENG HONG : Sersan Mayor, Kepala Penghubung
    * ANDARIA : Sersan Mayor, Kepala pendidikan
    * IDRUS BO’UTI : Sersan Mayor, kepala Sekretariat
    * ABAS ULOLI : Sersan Mayor, Kepala Keuangan
    * HARUNA HULUKATI : Sersan
    * ALI UMAR : Sersan
    * AHMAD SAHI : Sersan
    * HAMZAH TANGAHU : Sersan
    * NANY DE’U : Sersan
    * AHMAD SYAUS : Sersan
    * ABUBAKAR ALHASNI : Sersan
    * SYARIFUDIN PANIGORO : Sersan
    * GEORGE BOKINGS : Sersan
    * DAVID TUMULO : Sersan
    * UMAR BIN THALIB : Sersan
    * ALVA DUNDA : Sersan
    * KADIR KATILI : Sersan
    * SALIM BIN TALIB : Sersan
    * ABDULAH UTIARAHMAN : Sersan

Sebagai komandan kesatau-kesatuan ditetapkan :

    * SIMON LIPUTO : Letnan II, Komandan Kompi terdiri dari pemuda-pemuda Ansar
    * DJAFAR TALANI : Letnan II, Komandan kompi terdiri dari pemuda Hizbulwatan
    * RADEN HIMAM : Letnan II, KOmandan sector Josonegoro
    * MANDJO (Temei Hapusa: Letnan Muda, Komandan sector Batudaa
    * MUHAMMAD BASALAMA : Letnan Muda, Komandan Kompi terdiri dari pemuda Arab
    * HASAN YASIN : Letnan II, Komandan kompi terdiri dari pemuda Surya Wirawan

Tindakan pertama yang diambil oleh pengawal kota ialah mengumpulkan serta mendaftarkan semua senjata api. Senjata-senjata api tersebut dikumpulkan dan disimpan di dalam gudang senjata (disalah satu kamar di markas pengawal kota yang tadinya sebagai tempat sositet “JULIANA”) jenis senjata itu adalah senjata mauser dan dan laras panjang. Sesudah terkumpul dan terdaftar senjata-senjata itu kemudian dibagikan kepada seluruh pasukan pengawal kota, mereka yang tidak dapat pembagian bedil, diberikan tombak dan kelewang serta keris (bamboo runcing pada masa itu belum dikenal).

Latihan-latihan dilakukan setiap hari, yaitu diwaktu pagi mulai jam 6 sampai dengan jam 8 dan pada sore mulai jam 4 sampai jam 6. altihan dipimpin lansgung oleh KAPTEN IBRAHIM MUHAHMAD dan sersan ANDARIA (seorang pensiunan sersan KNIL) untuk kecakapan menggunakan tombak dan keris serta kelewang (Sistem menyerang dan membela diri) latihanya dilaksanakan oleh HUSIN KATILI, sekretaris jenderal pemerintahan nasional, seorang yang ahli dan disegani oleh seluruh guru-guru silat dan pencak di daerah Gorontalo. Beliau mendatangkan guru-guru pencak dan silat yang terkenal dan kenamaan dan maraklah yang melatih prajurit-prajurit nasional, anggota-anggota pengawal kota. Sementara itu perang terus berkecamuk teantara nagkatan perang hindia belanda dan angkatan jepang di Sulawesi. Untuk sulawesi utara angkatan perang hindia belanda berkekuatan 1 resimen di bawah komando letnan colonel SCHIEMULLER dan seluruh kekuatan itu dipusatkan di minahasa , dan bermarkas di Tomohon.

Dalam gerak mundurnya tentara Belanda dari Minahasa ada kemungkinan mereka akan merembes ke daerah Gorontalo yang telah merdeka itu, insyaf dan sadar akan bahaya tersebut, maka dengan kerja sama antara pengawal kota dan militer di adakan penjagaan-penjagaan yang teratur dan rapi. Ditempat-tempat yang strategis, dibukit, bukit yang letaknya didaerah perbatasan, dipelabuhan dan ditempat-tempat lainnya yang dianggap penting penjagaanya sangat ketat, jam malam pun diberlakukan mulai jam 10 sampai jam 5 pagi.

Penangkapan 6 orang Belanda sesudah Aksi pemberontakan

Pada tanggal 26 januari 1942, tiga hari sesudah pemberontakan maka ada 6 orang Belanda yang lari mundur dari Manado dalam perjalanan menuju Poso. Perjalanan mereka melalui Kwandang dan lewat Isimu ke Paguyaman (tidak melewati kota Gorontalo). Agar mereka tidak dikenali oleh rakyat, mereka menyamar dengan berpakaian seperti penduduk asli, lalu memakai sarung, komeja dan kopiah. Sampai dipenyeberangan Tangkobu, dimana saudara SARIPA RAHMAN HALA sebagai komandan dari penjagaan pos tersebut atas perintah R.M.KUSNO DANUPOYO, maka saudara SARIPA RAHMAN HALA bekerja sama dengan kepala distrik Bawahan Paguyaman yaitu Marsaile HADJU, ke enam orang Belanda itu di tangkap oleh rakyat disekitar Tangkobu.

Selanjutnya saudara SARIPA RAHMAN HALA melaporkan penangkapan tersebut melalui telpon kepada saudara AHMAD HIPPY di Gorontalo. Saudara AHMAD HIPPY dengan ditemani oleh beberapa orang lalu datang mengangkut keenam tawanan tersebut bersam-sama dengan bungkusan yang berisi beberapa pistol.

Pembentukan Badan Pemerintahan

Sesudah pemerintah Hindia Belanda Tumbang di Gorontalo sebagai akibat dari pemberontakan oleh rakyat, maka kekuasaan pemerintahan dipegang oleh DWI Tunggal KUSNO-NANY sebagai kepala pemerintahan. Untuk melancarkan roda pemerintahan, maka badan Komite Indonesia Berparlemen lalu dijelmakan menjadi “DEWAN PERWAKILAN RAKYAT” dengan ditambah beberapa orang dari golongan Pamong Praja yang dianggap ahli dan cakap.

Sebagai sekretaris jenderal diminta kesediannya saudara HUSAIN KATILI, seorang pamong praja yang mempunyai pengalaman luas dan ahli dalam bidang kepemerintahan serta disegani dan dihormati oleh rakyat karena sifatnya yang bersifat ke bapakan terhadap rakyat dan masyarakat. Sebagai sekretaris ditetapkan saudara ABDULLAH AMU, seorang tokoh Pamong Praja yang berjiwa nasional yang dicintai rakyat karena pembelaanya terhadap nasib rakyat (bahkan pernah dipecat oleh asisten residen belanda dari jabatannya sebagai bestuur Ambtenaar, disebabkan karena ia membela rakyat dalam pemerintahannya).

Baik sekretaris jenderal maupun sekretaris, keduanya adalah orang-orang yang bijaksana dalam memerintah dan mengerti akan kondisi psikologi rakyat yang diperintah. Sebagai komisi rekatur diangkat saudara IBRAHIM ILAHUDE, seorang tokoh muda dikalangan Pamong Praja yang berjiwa militant.

Adapun anggota-anggota BADAN PERWAKILAN RAKYAT adalah sebagai berikut :

   1. R.M. KUSNO DANUPOYO : Ketua
   2. NANI WARTABONE : Wakil ketua
   3. U.H. BULUATI (Muhammadiyah) : Sekretaris
   4. ABDURAZAK OINTU (Persis) : Anggota
   5. USMAN MONOARFA (Muhammadiay) : Anggota
   6. AHMAD HIPPY (PSII) : Anggota
   7. SAGAF ALHASNI (Parti Arab-Ind) : Anggota
   8. USMAN HADJU (PSII : Anggota
   9. KUNO KALUKU (Barisan Penyadar) : Anggota
  10. ABDULAH TUMU (PSII) : Anggota
  11. SUGONDO (tdk Berpartai) : Anggota
  12. USMAN TUMU (PSII) : Anggota

Pembagian pekerjaan antara DWI TUNGGAL R.M.KUSNO DANUPOYO memegang urusan Sipil dan NANI WARTABONE memegang urusan militer. Oleh sebabnya masa peralihan, maka keduanya merangkap sebagi ketua dan wakil ketua di Dewan Perwakilan Rakyat, seperti apa yang tertera di atas. Untuk pemerintahan di di tiap-tiap distrik dan distrik bawahan (onder distrik) maka ditetapkan sebagi berikut :

   1. R. MONOARFA : Djogugu Gorontalo
   2. A. Datau : DjoguguKwandang
   3. A. WARTABONE : Djogugu Limboto
   4. I. USMAN : Djogugu Suwawa
   5. M. HIPPY : Djogugu Boalemo
   6. ISMAIL DATAU : Marsaole Kabila
   7. KADIR HABIBI : Marsaole Tapa
   8. ABDURAHMAN NENTO : Marsaole Talaga
   9. TAHIR : Marsaole Sumalata
  10. HADJU : Marsaole Paguyaman
  11. S. BIJA : Marsaole Bumbulan
  12. JUNUS OLI’I : Marsaole Atinggola
  13. ABUDI ILAHUDE : Marsaole Batudaa
  14. UDJE TANGAHU : Marsaole Bone Pantai

Djogugu adalah pangkat untuk kepala Distrik dan Marsaole adalah pangkat untuk kepala distrik bawahan (Tweede Districtshoofd). Sebagai Jaksa ditunjuk saudara RICHARD DATAU. Pemerintahan berjalan lancar berkat kerja sama antara DWI TUNGGAL dengan bantuan petunjuk dan nasehat dari sekretaris Djenderal serta keaktifan dari sekretaris dan komis redaktur, serta terutama bantuan dari para Djogugu-djogugu dan marsaole-marsaole ditambah pula dengan karena kepatuhan rakyat terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Semenjak meletusnya api pemerintahan, sepatah jarum pun tidak ada yang hilang dan tidak ada seorang pun yang merasa dirugikan. Tata tertib dan disiplin dipegang teguh karena kesadaran dari berbagai pihak. Toko-toko dan pasar-pasar yang tadinya sunyi senyap dan ditutup dikarenakan penduduk kota mengungsi ke daerah pedalaman kemudian dibuka kembali seperti sebelumnya. Begitu pula dengan rumah sakit kembali seperti sedia kala. Rakyat sudah mulai melakukan aktivitas seperti sedia kala. Dan merasa tentram dan damai.

Demikianlah suasana dan gambaran keamanan di Gorontalo sesudah pemindahan kekuasaan dari pemerintah Hindia Belanda ketangan Pemerintahan Nasional Indonesia. Dan untuk melancarkan pekerjaan dan roda pemerintahan, maka RADEN BIJA dan HAMZAH ILAHUDE ditetapkan sebagai sekretaris pribadi dari R.M.KUSNO DANUPOYO dan NANY WARTABONE.

Untuk mendapatkan objectivitas dari peristiwa 23 Januari 1942 tersebut, penulis berharap kepada pemerintah provinsi Gorontalo untuk membedah buku tersebut dan kemudian dipublikasikan agar anak dan cucu kita dimasa depan tidak akan lupa dengan sejarah negerinya. Semoga!



Oleh : Tonang Mallongi, S.Pd.MA
Kandidat Doktor Jurusan Pemikiran Politik Islam UIN Makassar Pernah tinggal di Belanda
Pertama kali dipublikasikan di Gorontalo Post edisi 21 Januari 2008
hulondhalo.com

Popular posts from this blog

Cara Buat Nyari Tahu Kecepatan Bandwith

Dokumen Pentagon dicuri dengan CD Lady

Squad Tim Garuda Persiapan Pra Olimpiade 2012